Infest Yogyakarta

Diskusi Infest-Kompas: Dana Desa Diwarnai Masalah

Cover Image for Diskusi Infest-Kompas: Dana Desa Diwarnai Masalah

YOGYAKARTA, — Penyaluran dana desa masih diwarnai berbagai permasalahan, baik di level desa maupun kabupaten/kota. Kurangnya kapasitas sebagian perangkat desa dan ketakutan sejumlah pemerintah kabupaten/kota menyalurkan dana desa menyebabkan sekitar 11.000 desa dari 74.000 desa di Indonesia belum menerima dana tersebut.

“Pemerintah terus mendorong penyaluran dana desa, tetapi ternyata memang tidak mudah mengatasi hambatan yang ada,” kata Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Ahmad Erani Yustika, dalam diskusi tentang dana desa yang diselenggarakan Harian Kompas dan Institute for Education Development, Social, Religious, and Cultural Studies (Infest), Senin (2/11), di Yogyakarta.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah menyalurkan dana desa mulai tahun ini. Total alokasi anggaran dana desa 2015 sebesar Rp 20,7 triliun untuk 74.093 desa di 434 kabupaten/kota di Indonesia.

Erani menyebutkan bahwa di level desa, masalah antara lain terjadi karena kualitas sebagian perangkat desa masih kurang. Kondisi itu membuat mereka tidak bisa melengkapi dokumen, sebagai syarat penyaluran dana desa secara tepat waktu. Kadang kala, program yang disusun perangkat desa juga tidak sesuai mandat UU Desa sehingga harus dikoreksi.

Masalah lain, kata Erani, adanya kekhawatiran dari pemerintah kabupaten/kota untuk menyalurkan dana desa. Di Sumatera Utara (Sumut), misalnya, sejumlah kabupaten/kota yang dipimpin pelaksana tugas (plt) kepala daerah sempat tidak berani menyalurkan dana desa.

“Sekitar 70 persen kabupaten/kota di Sumut saat ini dipimpin plt kepala daerah, karena akan menjalani pilkada. Sejumlah plt kepala daerah merasa tak punya otoritas penuh untuk menyalurkan dana desa sehingga Sumut menjadi salah satu provinsi dengan penyaluran dana desa terendah, hanya mencapai 20 persen sampai 31 Oktober 2015,” kata Erani.

Ia menambahkan, berdasarkan data yang dikumpulkan dari 403 kabupaten/kota, dana desa yang telah disalurkan ke desa hingga 31 Oktober 2015 adalah Rp 10,13 triliun atau sekitar 48,93 persen dari total anggaran dana desa tahun ini.

11.000 desa

Sampai sekarang, menurut Erani, sekitar 11.000 desa belum menerima dana desa. Mayoritas desa yang sama sekali belum menerima dana desa terdapat di tujuh provinsi, yakni Provinsi Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Maluku, Papua, Papua Barat, Bengkulu, dan Sumut. “Di tujuh provinsi tersebut, penyaluran dana desa masih kurang dari 40 persen. Bahkan, ada kabupaten di Sumut yang penyaluran dana desanya masih nol,” ujarnya.

Untuk mengatasi berbagai persoalan itu, ujar Erani, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi sehingga pencairan lebih mudah. Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi juga terus berkomunikasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mencari solusi dari hambatan penyaluran dana desa.

Pemerintah juga menerjunkan pendamping untuk memperlancar pengelolaan dana desa. “Kami optimistis, penyerapan dana desa bisa mencapai 80 persen sampai akhir tahun,” kata Erani.

Plt Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP menyatakan, berdasarkan pantauan KPK, ada berbagai masalah yang menghambat penyaluran dana desa. Salah satu masalah serius adalah kurangnya kualitas perangkat desa, terutama di wilayah terpencil. “Di Nusa Tenggara Timur, misalnya, ada perangkat desa yang bahkan tidak memahami cara menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,” ujarnya.

Johan menambahkan, masalah lain adalah penyusunan program yang kurang tepat, misalnya memakai dana desa untuk membangun balai desa atau membeli mobil operasional kepala desa. Persoalan lainnya adalah perbedaan standar harga dalam pengadaan barang dan jasa, antara satu desa dengan yang lain.

“Untuk membeli laptop (komputer jinjing), misalnya, ada desa yang menganggarkan Rp 7 juta, di desa sebelahnya dianggarkan Rp 7,5 juta. Selisih semacam ini jika diakumulasikan jumlahnya sangat besar,” katanya.

Mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan UU Desa DPR, Akhmad Muqowam, mengatakan, ada regulasi tentang desa dari beberapa kementerian yang sering tidak sinkron sehingga membuat pemerintah desa bingung. Regulasi yang tak sinkron itulah yang juga menjadi penyebab terhambatnya penyaluran dana desa.

“Makanya, saya keberatan kalau kepala desa dan kepala daerah yang disalahkan terus. Sebab, ada masalah juga di pemerintah pusat,” ujar Muqowam.

Dari Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, dilaporkan, sekitar 80 persen dari total dana desa telah dicairkan oleh 106 pemerintah desa.


*Kompas edisi 3 November 2015, di halaman 25 dengan judul “Dana Desa Diwarnai Masalah”. Ditayangkan kembali untuk tujuan pendidikan


Artikel Terkait